Halo, Pejuang Kebahagiaan! ^^

Halo, Pejuang Kebahagiaan! ^^

Thursday, August 21, 2014

Sekolah yang Membebaskan


Judul               : Manusia Sekolah & Sekolah Manusia
Penulis            : M. Ghufran H. Kordi K.
Penerbit           : Pustaka Baru
Tahun              : 2013
Resensi oleh   : Yunia Astuti

Sekalipun pendidikan formal bukanlah segalanya, sehingga putus sekolah pun bukan akhir dari segalanya. Atau kecerdasan intelektual, hanya lah satu dari beberapa kecerdasan seseorang. Namun, realitasnya sekolah formal dan kecerdasan intelektual masih merupakan “tuhan” dan “kitab suci” di negeri ini.
            Sudah muak dengan mahalnya pendidikan di negeri ini? Atau betapa sekolah tidak mencerminkan diri sebagai institusi yang mendidik anak-anak manusia? Buku ini membahas topik-topik dasar yang nyatanya belum juga terselesaikan. Hal-hal dasar yang harus segera diubah, jika ingin pendidikan di Indonesia mampu membangun bangsa ini.
Tema yang diangkat pada pokok bahasan yang pertama yaitu “memanusiakan” sekolah. Wajah pendidikan kita bukannya semakin modern, namun semakin menjauhkan diri dari sebutan beradab.Sekolah layaknya penjara yang mengungkung bakat dan kreativitas anak didiknya. Kekerasan di dunia pendidikan yang belakangan begitu sering menggema, semakin tidak menunjukkan diri sebagai manusia yang terdidik.
Tema yang kedua yaitu pendidikan, kemiskinan dan demokrasi. Di sini dijabarkan bahwa paradigma yang kita gunakan sampai saat ini masih merupakan warisan kolonial yang oleh Orde Baru ditambal sana-sini. Komersialisasi pendidikan yang sekarang terjadi seakan menampar masyarakat miskin untuk menjauh dari tangga penyelamat yang seharusnya masih bisa mereka perjuangkan.
Pendidikan untuk siapa? Ini lah yang dipertanyakan penulis, jika pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, lalu bagaimana nyatanya nasib kecerdasan-kecerdasan selain kecerdasan intelektual di negeri ini? Faktanya, kecerdasan lain masih dipandang sebelah mata dan dianaktirikan. Padahal, untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar, bukan hanya ilmu sains yang diperlukan, tetapi juga ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Pokok bahasan yang terakhir yaitu mengenai Perguruan Tinggi. Banyaknya jumlah profesor ternyata tidak banyak membantu menyelesaikan permasalahan di Indonesia. Mereka hanya pekerja, bukan ilmuan. Bagaimana gelar dipertuhankan, bukan lagi kemampuan.Seperti yang dikutip dari buku ini,  kampus di Indonesia yang belum bebas dari manusia-manusia (penguasa kampus, dosen, karyawan) oportunis dan koruptif adalah persoalan rumit ketika masyarakat menginginkan lulusan PT adalah sarjana bermutu yang jujur dan adil.
Dengan 31 judul yang ada dalam buku ini, sekiranya cukup untuk menggambarkan berbagai permasalahan pada wajah pendidikan di Indonesia. Kekuatan buku ini terletak pada judul-judul yang dibuat menarik sehingga membuat pembaca penasaran dan tak sabar untuk membalik setiap halamannya.
Sayangnya, kekuatan tersebut tidak dibarengi dengan koherensi tiap-tiap judul untuk dijadikan sebuah kesatuan buku. Beberapa kali terdapat paragraf yang sama yang ditemukan di judul, bahkan di pokok bahasan yang berbeda. Hal ini mungkin juga disengaja oleh penulis untuk mempertegas setiap pemikirannya. Namun, ketika keseluruhan sub-bahasan itu disatukan, yang terjadi adalah seperti membaca secara terpisah dan acak.
Kesalahan ejaan, seperti salah ketik atau kurangnya beberapa huruf atau bahkan kata juga kerap ditemui. Misalnya:
Bila peserta didik saat ini menerima dan mempraktikkan nilai-nilai yang anti prinsip-prinsip demokrasi, maka demokrasi Indonesia di masa tidak akan berbeda dengan demokrasi pancasila-nya Orde Baru maupun demokrasi saat ini. (hal. 76)
Diantara kata masa dan tidak seperti ada kata yang hilang, sehingga membuat ketidaknyamanan pembaca. Contoh lainnya:
… ayat-ayat Al-Quran dan habits-hadist nabi. (hal. 120)
Alangkah baiknya penulis dan editor bekerja sama untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan kecil ini agar tidak terjadi salah persepsi dan dapat menjadi edukasi bagi pembaca. Bagaimana pun buku ini merupakan salah satu buku yang berjuang untuk menyadarkan paradigma pendidikan yang “sakit’ di negeri kita.  Pembahasannya pun didukung dengan data-data dan pengalaman sekitar yang dialami penulis, membuat permasalahan di buku ini terasa begitu nyata. Buku ini cocok dibaca oleh siapa pun yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia.

0 komentar:

Post a Comment

About Us